PostRank

NII abal2 buatan intelegen untuk memberangus gerakan Islam yang mengusung ide penerapan Syariah Islam dalam bingkai Negara Islam, menurut Anda?

Hizbut Tahrir Indonesia

Thursday, March 6, 2008

KApiTalisasi pendiDikan, Gamblang tenan, tanpa tendeng aling-aling!!!


Saat jurusan di kampusku
gonjang-ganjing, pasalnya ada slentingan, bahkan bisa dikatakan hampir saja di goalkan tentang
perubahan kurikulum perkuliahan, esok harinya kebetulan diadakan sosialisasi

TA. Dalam pertemuan itu sempat dibahas masalah pergantian kurikulum yang memang
sangat merugikan mahasiswa semester atas. Berdasarkan apa yang dijelaskan di
forum itu, ternyata dari pihak dosen juga merasa ribet banget dengan kurikulum
yang baru itu. keputusan akhir, tuh rencana ga jadi digoal

kan

. Salah satu dosen yang memegang posisi
yang lumayan penting menjelaskan tentang kronologi pergantian kurikulum itu.
Disebut-sebut ada kebijakan makro dan mikro. Dalam forum dengar pendapat itu,
dijelaskan bahwa kurikulum berganti karena itu sudah menjadi kebijakan makro.
Sedang untuk kebijakan mikro, ada salah satu dosen yang menjamin agar mahasiswa
tidak terkena dampaknya, misalnya mahasiswa harus mengambil mata kuliah
tertentu sebagai syarat kelulusan padahal dalam kurikulum sebelumnya sudah
memenuhi syarat kelulusan. Jikapun ada perubahan kurikulum dalam skala mikro
maka akan tetap ada ekivalensi.

Bah,
bikin pusing aja. Tapi ada hal lain yang ingin ku share sama kalian, dari
keterangan tersebut aku menyimpulkan bahwa kebijakan mikro itu ya kebijakan
loKal jurusan sendiri. trus apa yang dimaksud dengan kebijakan makro?? Rasanya
masih ada yang ganjil, di luar forum aku bertanya pada dosen yang menjelaskan
tadi.

“Pak, tadi
dikatakan pergantian kurikulum itu berdasarkan pada kebijakan makro”

“he emh, iya
betul” jawab beliau.

“ehm.. kebijakan
makro itu yang gimana sih Pak?” selidikku

“Kebijakan makro
itu ya… kebijakan hasil dari kesepakatan dosen-dosen pada saat rapat.”

Emh koen! Dosen ko’ ya tega
ngerjain mahasiswa. Kesannya intelek tapi ya sama saja, ini ngerjain mahasiwa.
Wong mahasiswa dibikin ribet apa itu ga ngerjain?! Omelku dalam hati. Tapi ada
kenyatan yang lebih pahit dari jawaban dosen tersebut.

“Lho
berarti ga ada kaitannya dengan kurikulum skala nasional?”

“ga
ada” kepala beliau godeg-godeg

“Kebijakan
itu diserahkan pada universitas masing-masing, ya jurusan masing-masing”
tambahnya.

Karena urusanku dengan dosen
tersebut selesai, maka aku pun pamit undur, padahal ada banyak pertanyaan yang
ingin ku lontarkan.

Dari
jawaban tadi aku jadi mengerti, ternyata otonomi kampus dari sisi kurikulum
sudah berjalan, mungkin tinggal selangkah lagikampus ini menjadi BHMN, apalagi
RUU BHP sudah lama ngendon di DPR, tinggal ketuk palu aja. Jika memang benar
demikian, wah kiamat dah!

Masih
ada pertanyaan yang tersisa dari pertemuan itu, di lain kesempatan aku kembali
menanyakan kepada dosen tersebut.

“Lho berdasarkan apa dosen-dosen
menbuat kebijakan makro tersebut?”

“Yang pertama…” kata beliau

“… karena permintaan pasar….”
Sambung beliau

Seterusnya kalimat tersebut
semakin lirih terdengar di telingaku, pasalnya aku sock dengan ungkapan lugu
seorang dosen, yang ada hanya kata ‘pasar’ yang masih terngiang-ngiang. Duh, Bapak Dosen… kini ku tahu paradigma
insan edukasi (meminjam istilah di radio Rapendik) di kampusku, paradigma
kapitalisme yang sungguh mengakar.

Bayangkan,
seorang dosen mengungkapkan secara sharih, jelas, gamblang, tanpa tendeng
aling-aling bahwa kurikulum yang selama ini dirancang adalah berdasarkan
permintaan pasar, perusahaan yang notabene mereka adalah kaum pemodal, ya para
kapitalis itu, yang mengeruk keuntungan di negeri ini. Maka tak heran, meski
jutaan lulusan universitas yang ada di negeri ini tak mampu menyelesaikan
permasalahan negerinya. Karena dari sistem pendidikan, mahasiswa tengah
dipersiapkan untuk menyelesaikan permasalahan para pemodal, para kapitalis,
yang kebanyakan adalah perusahaan asing, bukan menyelesaikan masalah bangsanya,
lingkunganya, dan masyarakatnya. Lihat saja, berapa juta sudah lulusan
perguruan tinggi, di UI, ITB, ITS, UGM, IPB serta universitas yang lain, apa
kontribusi bereka untuk negeri tercintanya? Lumpur Lapindo sampai hari masih
menyembur, kemiskinanpun tak beranjak dari negeri ini, banjir bandang, banjir
pasang, kasus flu burung pun… hingga kini masih meradang, tanah longsor…

Duh, rasanya
pengen teriak sekencang-kencangnya… DI MANA KAMU WAHAI ANAK BANGSA?! MANA
BHAKTIMU KEPADA RAKYATMU? APA YANG BISA KAU BERIKAN UNTUK NEGERI INI? Pantas
sarjana pertanian diam seribu bahassa saat rakyat menjerit kelaparan. Para
mahasiswa itu bingung, karena selama ini
yang mereka pelajari adalah menanam pohon jarak yang menghasilkan minyak
sebagai bahan baker alternative, padahal

Indonesia

terkenal dengan Negara
penghasil minyak. Jika dipikir-pikir buat apa menanam pohon jarak, wong kita
kaya minyak ko’! padahal yang dibutuhkan rakyat saat ini adalah beras, kedelai
dan bergai hasil bumi yang menjadi makan pokok rakyat

Indonesia

.
Bahan bakar alternative tuh yang membutuhkan Negara-negar Barat, yang cadangan
minyaknya sedikit….



Af1, kapan2 ta
lanjutin lagi coz ni ku dah di tunggu ma temen… (Ilal Liqo’)

2 comments:

DyInG Phi said...

ckckckckck……..

luki said...

kampuse nang endi mbak? brengsek banget se?

Post a Comment